Rabu, 29 September 2021

Agama Mempengaruhi Gaya Hidup Manusia Dalam Perkembangan Zaman

Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan dan peribadatan Kepada Tuhan serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, serta pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. Perkembangan zaman merupakan perubahan suatu zaman yang semakin maju dan modern baik dari sisi tekhnologi maupun kamunikasi yang selalu berubah secara pesat atau mudah. Pemikiran manusia yang cerdas selalu membuat zaman ini berkembang dan terjadinya perubahan di segala faktor. Pemikiran manusia yang beriman selalu didasarkan oleh tata aturan yang berlaku di agamanya.

Perilaku manusia sangat ditentukan dari cara mereka memandang sesuatu yang realistis di sekitarnya. Cara pandang menusia juga dapat dipengaruhi dari apa yang mereka percayai. Maka dari itu agama juga dapat mempengaruhi cara pandang suatu individu.

Banyak orang yang beranggapan bahwa agama ini hanya instrument spiritual penghubung antara kita dengan sang ilahi. Pada kenyataanya agama sebenarnya memiliki fungsi dalam kehidupan sehari hari yang tidak kita sadari. Pada sejatinya agama ini sangat berhubungan dengan segala aspek kehidupan dari segi social, politik, ekonomi, maupun budaya.

Di dalam agama biasanya terdapat kitab atau tata aturan yang di percaya. Kitab tersebut yang mengatur jalannya kehidupan suatu individu yang mempercayainya. Ada beberapa tokoh yang mempercayai bahwa agama mempengaruhi perkembangan zaman. Salah satunya adalah “Max Waber” dalam The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Weber menunjukkan bahwa ajaran Protestantisme tentang ‘panggilan’ (the calling) yang menekankan pada kesejahteraan hidup manusia sangat memengaruhi perkembangan kapitalisme di Eropa pada zamannya.

Disini saya akan berargumen tentang pendapat max waber yang tertulis dalam bukunya The Protestanismr Ethic and the Spirit Of Capitslism. Saya setuju bahwa agama dapat mempengaruhi gaya hidup manusia sehingga terjadilah perkembangan zaman atau yang biasa disebut modern. Max Waber menjelaskan bahwa Protestantisme tentang ‘panggilan’ (the calling) yang menekankan pada kesejahteraan hidup manusia sangat memengaruhi perkembangan kapitalisme di Eropa pada zamannya Maximilian Weber adalah seorang ahli politik, ekonom, geograf, dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri awal dari Ilmu Sosiologi dan Administrasi negara modern. Max Weber tumbuh di lingkungan borjuis ayahnya merupakan anggota dewan kota, sekaligus politisi yang cukup terkenal. Sejak remaja, Max Weber sudah menunjukkan ketertarikannya terhadap dunia akademis. Weber mempelajari ilmu ekonomi, hukum, serta filsafat di Universitas Heidelberg, Berlin, dan Goettingen. Max Waber memiliki karir akademis yang gemilang, pemikirannya yang sangat maju juga menghasilkan karya karya yang gemilang.

Menurut pendapat saya, saya setuju dengan pendapat Max Waber mengenai protestantisme tentang ‘panggilan’ (the calling) yang menekankan pada kesejahteraan hidup manusia sangat memengaruhi perkembangan kapitalisme di Eropa pada zamannya. Sejatinya semua agama sama mereka memilliki kunci untuk suatu individu menjalani hitam putihnya kehidupan.

Agama memengaruhi kegiatan produksi, perdagangan, dan proses bisnis lainnya. Max Weber mengungkapkan pengamatannya bahwa agama tidak terlepas dari kehidupan sosial bahkan tidak terlepas dari peradaban modern, hal yang masih berlangsung sampai sekarang ini. Mengapa demikian?

Hal ini disebabkan karna agama menyentuh hal hal mendasar dari kehidupan manusia. Agama menyediakan struktur, disiplin, dan partisipasi sosial dalam suatu masyarakat. Agama memiliki klaim supernatural atas kekuasaannya dalam memberikan pengajaran. Klaim-klaim supernatural seperti ini pada umumnya secara efektif memampukan agama mendorong nilai-nilai untuk diyakini oleh para pemeluknya. Makin kuat keyakinan seseorang kepada agamanya, maka makin kuat juga pengaruh ajaran agama dalam hidup orang tersebut. Agama ini mengikat para pemeluknya dalam satu sama lain.

Agama sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia karena dalam agama terdapat suatu kitab atau hal yang dipercayai dapat menuntun kehidupan suatu individu. Dalam kitab tersebut kita selaku pemeluk suatu agama dapat mencari jawaban atas susuatu yang tidak kita pahami. Agama juga menyediakan jawaban mengenai fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan. ” Agama juga menolong pengikutnya dalam menghadapi isu-isu yang berhubungan dengan hidup manusia. Isu tersebut teristimewa menyangkut tentang hal yang benar dan salah, memberikan legitimasi rohaniah dan supernatural, dan memberikan jaminan keselamatan. Hal demikian biasanya membawa dampak mengurangi stres dan frustrasi yang kadang mengarah pada konflik sosial.

Sejarah menunjukkan bahwa agama berpengaruh atas peradaban dunia. Kita dapat menemukan buktinya, yang di dalamnya budaya Barat sangat diwarnai oleh oleh ajaran dan pengaruh politik Katolik dan Protestan; peradaban Srilanka dan Thailand sangat diwarnai oleh ajaran Buddha; peradaban di Timur Tengah sangat dipengaruhi oleh Islam; demikian pula Rusia dan Yunani oleh aliran Orthodoks di Rusia dan India yang mengandung pengaruh ajaran Hindu yang kental (Smart, 2000). Untuk memahami kebijaksanaan asing di Tibet, misalnya, seseorang perlu memahami terlebih dahulu mengenai monastisisme Buddha dan Dalai Lama. Untuk dapat memahami situasi politik di Timur Tengah seseorang perlu mendalami tradisi keislaman yang dijunjung tinggi oleh masyarakat di sana. Kenyataan-kenyataan ini menunjukkan bahwa kaitan antara agama dan budaya adalah sangat jelas. Agama dan peradaban saling bergandengan tangan dalam perjalanan evolusi dan perkembangan peradaban dunia. Agama mengambil andil dalam budaya dan kehidupan masyarakat.

Di negara Indonesia sendiri agama sangat berperan dalam kemerdekaannya. Para tokoh islam saat itu berkumpul dan berjuang untuk melawan penjajah asing. Contohnya Panglima Besar Jendral Sudirman dia adalah seorang TNI sekaligus kyai yang berjuang untung kemerdekaan Indonesia.

Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa agama dapat mempengaruhi gaya hidup manusia dalam perkembangan zaman. pendapat max waber yang tertulis dalam bukunya The Protestanismr Ethic and the Spirit Of Capitslism juga benar adanya karena agama tidak terlepas dari kehidupan sosial bahkan tidak terlepas dari peradaban modern, hal yang masih berlangsung sampai sekarang ini. Dalam agama terdapat kitab atau tata aturan yang mempengaruhi cara pikir, cara pandang para pemeluknya. Agama juga memiliki tradisi yang telah melekat membentuk tata nilai yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat pemeluknya.

Sejarah panjang agama dengan penganutnya yang besar telah mengambil bagian dalam membentuk budaya dan peradaban dunia. Tidak dapat di pungkiri bahwa nilai nilai agama yang telah tertuang dalam kehidupan para pemeluknya mempengaruhi cara mereka hidup dan berinteraksi dengan orang orang di sekitarnya. Maka dari itu dapat kita simpulakan bahwa agama sangat menentukan arah gerak zaman. Agama merupakan salah satu kekuatan social yang signifikan, dari sejarahnya agama agama besar memiliki umat yang sangat banyak hingga mempengaruhi peradaban dunia. Oleh karena itu ajaran agama perlu diperhatikan, jangan sampai terdapat pemikiran sempit yang hanya menguntungkan pihak tertentu. Hal ini sering mengarah pada hal negatif yang harus kita hindari.

Mahasiswa Aktif dan Berperan Penting Dalam Bermasyarakat

Sebagai sumber daya manusia dengan potensi yang melimpah, mahasiswa diharapkan untuk mampu memerankan diri sebagai tokoh dalam masyarakat besar. Dikarenakan mahasiswa memiliki peran yang begitu penting terhadap lingkungan bermasyarakat, maka dari itu mahasiswa seharusnya tidak hanya dituntut untuk melakukan aktivitas pembelajaran maupun menuntut ilmu dalam dunia perkuliahan, namun harus terjun ke dalam permasalahan masyarakat secara langsung. Maka dari itu peran dari seorang mahasiswa bermacam-macam dan memiliki peranan yang sangat penting di setiap bidangnya. Peran mahasiswa yang telah menjadi harapan dari masyarakat adalah, mahasiswa sebagai agent of change, mahasiswa sebagai social control, mahasiswa sebagai iron stock, dan mahasiswa sebagai moral force. Dan yang menjadi peran penting bagi mahasiswa di masa yang akan mendatang adalah peran mahasiswa sebagai iron stock.

Mahasiswa sebagai iron stock itu sendiri memiliki makna bahwa mahasiswa merupakan seorang calon pemimpin bangsa sekaligus sebagai pengganti generasi sebelumnya yang telah ada untuk memperjuangkan negara. Maka dari itu mahasiswa memiliki tugas untuk melanjutkan usaha pembangunan dan perubahan untuk negara di masa yang akan datang. Pada intinya mahasiswa merupakan aset atau cadangan serta harapan bagi bangsa di masa yang akan datang. Selain menjadi harapan dan asset bangsa, mahasiswa juga dijadikan sebagai panutan atau acuan dalam bermasyarakat dikarenakan memiliki pengetahuan dan tingkat pendidikan yang baik. Namun, pada kenyataannya masih banyak mahasiswa yang hanya mementingkan untuk mengejar atau mendapatkan ilmu secara teori. Hal tersebut membuat mahasiswa cenderung tidak bisa berperan aktif dalam pemecahan permasalahan pada masyarakat langsung, walaupun ada juga sebagian mahasiswa yang sudah mulai untuk melakukan pendekatan langsung kepada masalah-masalah sosial masyarakat.

Lalu, sekarang apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa dalam memenuhi perannya sebagai iron stock tersebut? Karena mahasiswa dirasa kurang apabila hanya mementingkan akademi intelektual saja, maka dari itu hal tersebut juga harus diimbangi dengan adanya praktik secara langsung dengan membantu permasalahan dalam masyarakat. Maka dari itu kampus menyediakan program KKN (Kuliah Kerja Nyata) untuk dapat mengimbangi mahasiswanya dalam bidang intelektual atau teori dan praktiknya.

Namun tidak seharusnya juga mahasiswa mengurangi porsi pembelajaran intelektualnya. Karena sebagai mahasiswa yang berperan baik dalam peran iron stock, mahasiswa juga harus aktif mencari atau memperkaya wawasan dan pengetahuan, baik itu memperkaya pengetahuan sesuai bidang yang sedang dijalani atau bahkan memperkaya pengetahuan dan wawasan yang berhubungan dengan masyarakat, entah itu kondisi masyarakat, permasalahan masyarakat, dan fenomena sosial lainnya. Selain praktik secara langsung, pengetahuan juga memiliki peran yang penting. Karena, semakin luasnya pengetahuan dan wawasan seorang mahasiswa maka semakin banyak pula bekal yang dapat dibawa untuk menjadi seorang pemimpin di masa yang akan datang. Dan juga mahasiswa dapat mengambil keputusan dan pertimbangan secara cepat dan tepat apabila memiliki pengetahuan luas yang diimbangi dengan praktik yang nyata. Maka dua hal tersebut dapat menjadi sebuah landasan bagi seorang mahasiswa untuk berperan menjadi seorang pemimpin di masa yang akan datang guna memenuhi peran mahasiswa sebagai iron stock.

Mahasiswa sebagai iron stock yang diartikan bahwa mahasiswa adalah calon pemimpin atau calon tokoh yang membawa perubahan kepada negara ini, harus memiliki kemampuan untuk memposisikan diri dalam bermasyarakat. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka mahasiswa tidak akan bisa menjadi iron stock sebagai pemimpin masa depan bangsa. Memiliki peran dan memiliki kemampuan untuk memposisikan diri kepada masyarakat sangat diperlukan, karena hal tersebut dapat melatih social skill mahasiswa yang berguna untuk digunakan pada masa yang akan mendatang sebagai calon pemimpin bangsa. Selain itu mahasiswa perlu memiliki soft skill lainnya seperti memiliki jiwa kepemimpinan, kemampuan interaksi yang cukup baik, serta lebih baik apabila seorang mahasiswa bisa menguasai atau mempelajari bahasa asing. Apabila soft skill tersebut sudah dijalankan atau dilakukan, maka peran mahasiswa sebagai iron stock sudah sedikit cukup terpenuhi.

Namun, tidak hanya ditunjang oleh soft skill yang telah disebutkan, peran mahasiswa sebagai iron stock diperlukan hal lainnya juga. Sebagai mahasiswa juga harus menumbuhkan atau memiliki rasa kepedulian sosial yang peduli terhadap masyarakat. Kepedulian tersebut bukan hanya dilakukan melalui aksi demo saja. Melainkan bisa juga dari ide-ide atau pemikiran yang kreatif dan cemerlang dari mahasiswa itu sendiri atau bahkan bisa juga memberikan bantuan secara moril atau materil kepada masyarakat.

Sebagai pelaksana atau pelaku peran iron stock, mahasiswa juga harus memiliki kepekaan terhadap permasalahan yang terjadi serta memiliki kepekaan terhadap kesalahan-kesalahan yang telah terjadi. Sebagai contohnya mahasiswa perlu menganalisa kesalahan atau kejanggalan yang terjadi dalam masyarakat, selain itu mahasiswa juga bisa menganalisa atau mengoreksi kesalahan dan kekurangan generasi atau pemimpin sebelumnya untuk dijadikan bahan evaluasi guna menjadi pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Ketika seorang mahasiswa telah mampu berpikir secara kritis terhadap kondisi atau lingkungan sosial dan bermasyarakat, maka mahasiswa tersebut dapat mengupayakan sebuah perubahan sehingga masyarakat dapat hidup dalam kondisi atau lingkungan yang jauh lebih baik maupun lebih kondusif. Selain harus berpikir kritis dalam masyarakat, mahasiswa juga seharusnya berpikir kritis kepada kesalahan atau kekurangan yang ada pada diri sendiri, sehingga apabila mahasiswa dapat megoreksi kekurangan diri sendiri maka mahasiswa tersebut dapat lebih berkembang dan perkembangan mahasiswa itulah yang dapat menjadi harapan dalam menjalankan peran mahasiswa sebagai iron stock.

Selain melakukan praktik langsung kepada masyarakat dan diimbangi dengan pembekalan ilmu pengetahuan, seorang mahasiswa juga dapat melatih dirinya sebagi pelaku peran iron stock melalui organisasi-organisasi yang ada. Bisa dimulai dari bergabung organisasi internal yang berada di dalam kampus mahasiswa tersebut. Dikarenakan keaktifan seorang mahasiswa dalam kegiatan berorganisasi sangat berpengaruh kualitas mahasiswa tersebut, karena mahasiswa tersebut dapat membuktikan bahwa kemampuan intelektual dan praktiknya mampu disalurkan secara baik dalam organisasi tersebut. Melalui organisasi juga dapat menanamkan moral dan perilaku seorang mahasiswa yang dapat menentukan sebuah kualitas seorang pemimpin di masa yang akan mendatang. Maka dari itu seorang mahasiswa juga dapat berperan aktif di dalam maupun di luar lingkungan kuliahnya.

Sebagai sumber daya manusia yang memiliki potensi dan intelektual yang memadai, sudah seharusnya mahasiswa tersebut mampu menjalankan dan memerankan peran-peran penting dalam bermasyarakat dengan tetap berpegang pada perilaku, moral, dan etika yang mencerminkan kearifan lokal serta kepribadian baik dalam berbangsa dan bernegara. Selain itu juga sudah sewajarnya apabila seorang mahasiswa menjadi panutan dalam lingkungan sosial dan lingkungan bermasyarakat karena etos kerja dan pemikirannya yang patut untuk dihargai. Dan apabila mahasiswa tersebut telah memenuhi syarat dalam menjalankan perannya sebagai penerus generasi bangsa atau disebut iron stick, maka masa depan bangsa kita memiliki kemungkinan untuk menciptakan sebuah negara yang lebih maju dan unggul dalam sumber daya manusianya yang patut untuk dihargai.

  

Bahasa Indonesia Menyentuh Kancah Dunia

 

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan warga negara Indonesia, seperti yang tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Hal ini menandakan bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, indentitas nasional, alat perhubungan antarwarga, antardaerah, antarbudaya, serta alat pemersatu suku, budaya dan bahasa di Nusantara. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan bangsa karena dalam bahasa Indonesia tercermin nilai-nilai sosial yang mendasari rasa kebangsaan. Maka atas dasar rasa kebanggaan ini, Bahasa Indonesia harus terus dijaga, dipelihara dan dikembangkan. Sebagai warga negara Indonesia, kita harus tetap membina rasa kebanggaan terhadap Bahasa Indonesia.

Pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan yang berbunyi, “(1) Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. (2) Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Tentu saja secara tidak langsung hal ini menjelaskan bahwa Bahasa Indonesia sedang diupayakan agar menuju menjadi Bahasa internasional. Hal ini diperkuat dengan beberapa ahli bahasa yang berpendapat bahwa bahasa Indonesia sangat berpotensi menjadi bahasa internasional. Bahkan, Collins (2005) telah menunjukkan betapa potensialnya bahasa Indonesia (Melayu) menjadi bahasa dunia (internasional) dilihat dari sejarahnya. Di samping itu, saat ini sudah banyak ahli atau komunitas sarjana dari mancanegara yang mengkhususkan diri mempelajari bahasa Indonesia atau Melayu (lihat Collins 2005:xvii; lihat juga penyumbang tulisan dalam Moriyama dan Manneke Budiman, 2010). Dilansir dari CNN Indonesia, pada tanggal 21 februari 2020 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengklaim Bahasa Indonesia sudah memenuhi sebagian besar syarat menjadi bahasa internasional. Hal tersebut diungkapkan Plt Kepala Badan Bahasa Dadang Sunendar menanggapi keinginan Mendikbud Nadiem Makarim menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di Asia Tenggara. Mengenai keinginan tersebut, maka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menargetkan bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar atau lingua franca di Asia Tenggara, yang dituturkan olehnya pada tanggal 20 februari 2020. Nadiem menuturkan jika target tersebut telah masuk dalam rencana di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud. Saat ini Kemendikbud masih mendalami strategi-strategi untuk mencapai tujuan tersebut.

Setelah membaca paparan di atas tentu saja kita sebagai warga negara Indonesia merasakan kebanggaan tersendiri dalam diri kita. Di saat banyak mancanegara yang tertarik dan berusaha lebih keras untuk memahami dan mempelajari Bahasa Indonesia, kita sebagai warga negara Indonesia justru tidak perlu melakukan usaha yang melebihi apa yang orang tersebut lakukan karena kita sudah difasilitasi dan mendapatkan kemampuan tersebut sedari kecil. Contoh singkatnya yaitu, dalam kurikulum yang sudah diajarkan sejak kita masih berada di sekolah dasar hingga saat kita telah beranjak ke perguruan tinggi, bahasa Indonesia masih menjadi salah satu pelajaran wajib bagi kita selaku pelajar Indonesia. Selain itu, kita juga dengan mudahnya dapat mengakses berbagai sumber untuk belajar bahasa Indonesia, hal ini diibaratkan seperti warga negara Indonesia memiliki hak istimewa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Hal membanggakan itu semakin terasa saat melihat fakta bahwa terdapat beberapa ahli yang berpendapat jika bahasa Indonesia pantas untuk dijadikan sebagai bahasa internasional tentu saja hal ini membawa kebanggaan tersendiri bagi kita selaku warga negara Indonesia, karena itu menunjukkan bahwa bahasa Indonesia memiliki kehebatan, keistimewaan dan keunikannya tersendiri yang menjadikannya pantas untuk dicanangkan sebagai bahasa internasional dan saat ini sedang diusahakan untuk menjadi bahasa pengantar di Asia Tenggara.

Dampak Masa Pandemi Covid-19 Dalam Perspektif Kesetaraan Gender

 

Pandemi Covid 19 yang terjadi tentu saja membawa perubahan ke berbagai aspek dan tidak terlepas juga dari isu kesetaraan gender. Dampak wabah selalu berbeda antara kaum laki-laki dan perempuan. Patriarki dimaknai sebagai system structural sosial yang menempatkan laki-laki sebagai figur utama dalam suatu organisasi sosial termasuk dalam keluarga. Patriarki membentuk perbedaan status gender yang tidak setara di lembaga masyarakat. Sepanjang sejarah dalam konteks feminisme, perempuan telah memperjuangkan kesetaraan, penghormatan dan persamaan hak dengan laki-laki. Bagi perempuan yang nilai patriarkalnya  lebih dominan di ranah publik, tidak diragukan lagi ini menjadi tantangan tersendiri. Hal ini juga menimbulkan prasangka gender yang sering terjadi selama ini dan menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan, misalnya di dunia kerja. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa kasus diskriminasi terhadap perempuan akibat prasangka gender masih sering menimpa perempuan. Sylvia (1983) mengatakan dalam makalahnya yang berjudul "Perempuan, Pekerjaan, Kesejahteraan, dan Pemeliharaan Patriarki" bahwa perempuan dianggap tidak mampu untuk dipekerjakan dan dianggap tidak layak secara fisik dan moral untuk pekerjaan upahan.

Ketidaksetaraan gender diyakini telah memperburuk dampak pandemic Covid-19 pada perempuan. Rapid Gender Assessment (RGA) yang dilakukan oleh UN Women di Eropa dan Asia Tengah menemukan bahwa lebih dari 15% perempuan menganggur, 41% upah perempuan turun, dan jam kerja serta beban kerja rumah tangga perempuan selama pandemi Covid-19 telah ditambahkan. Pandemi Covid-19 tidak hanya memengaruhi ekonomi dan masyarakat, tetapi juga meningkatkan kerentanan perempuan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Pandemi bayangan adalah konsep yang menjelaskan peningkatan kekerasan terhadap perempuan selama pandemi Covid-19.

Menurut laporan dari UN Women, satu dari tiga perempuan di seluruh dunia mengalami kekerasan fisik atau seksual, kebanyakan oleh pasangannya. Namun sejak pandemi COVID-19, angka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap perempuan meninggi dengan semakin banyaknya panggilan telepon darurat di berbagai negara dunia (UN Women, 2021). Permasalahan genting ini membuat UN Women, sebuah Lembaga yang didedikasikan  untuk menangani pemberdayaan perempuan, meluncurkan kampanye kesadaran public atas Shadow Pandemic--tren peningkatan kasus KDRT di tengah krisis COVID-19. Dalam sebuah video layanan public Shadow Pandemic yang dinarasikan oleh actor pemenang Academy  Award, Kate Winslet, UN Women menyampaikan pesan penting bagi semua orang untuk menolong perempuan di sekitar mereka yang mengalami KDRT.

Di level domestik, yaitu Indonesia, langkah serupa dilakukan pemerin ta h n a m un  s e c ara  bertahap.   Dalam   pidato   nasional   pada   15   Maret,   Presiden  Indonesia  Joko  Widodo menghimbau  masyarakat untuk bekerja dari rumah (work from home) jika memungkinkan, dan  mengumumkan  bahwa  keputusan  tentang lock  downakan  diserahkan  ke  pemerintah daerah.  Di  tanggal  yang  sama,  Jakarta  dan  daerah  lain  menutup  sekolah,  dan  beberapa provinsi memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama beberapa minggu  berikutnya.  Pada  Rabu,  9  September  2020,  Anies  Baswedan  mengumumkan  bahwa pemerintahnya memberlakukan kembali kebijakan PSBB setelah sebelumnya dilonggarkan.

Dampak kedua kebijakan WFH bagi perempuan adalah ancaman domestic violence atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Bagi sejumlah perempuan, dipaksa diam di rumah dan  tidak  bisa  keluar  merupakan  ancaman  terbesar  bagi  keamanan  tubuh  dan  mental (Agustina, 2019). Ini dikarenakan, WFH memberikan kesempatan emas bagi seorang pelaku kekerasan sebab ia bisa menghabiskan lebih banyak waktu secara privat dengan korban; jauh  dari pengawasan orang lain. Pada awal kemunculan wabah COVID-19 di China, kantor polisi di  negara  itu  menerima  laporan  kasus domestic  violence hingga  tiga  kali  lipat.  Menurut laporan dari Guardian (21/03), 90% sebab kekerasan domestik tersebut memang berhubungan dengan  wabah  COVID-19.  Bukan  hanya  di  China,  India  melaporkan  dua  kali  lipat  kasus domestic violence di pekan pertama penerapan lockdown nasional. Di Prancis, kasus domestic violence meningkat  tiga  kali  lipat.  Begitu  pula  di  Jakarta  di  mana  dalam  periode  awal penerapan WFH, terdapat belasan kasus KDRT(The Jakarta Post, 2021). Saking gentingnya fenomena ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sampai mendesak pemerintah dunia  memperhatikan perlindungan kepada perempuan dalam upaya penanggulangan COVID-19.

Seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan di atas dapat dinilai sebagai hasil dari sistem patriarki dan maskulinitas hegemonik di mana nilai-nilai superioritas masih lekat pada laki-laki  di  atas  perempuan yang dianggap ‘lemah’ sehingga pantas disiksa. Merujuk pada penjelasan  dari  Komnas  Perempuan  tahun  2017,  kekerasan  terhadap  perempuan  terjadi memang  karena  adanya  eksistensi  kultur  patriarki  yang diskriminatif dan subordinatif dan relasi  kuasa  yang  tidak  seimbang  antara  kedua gender. Isu tentang relasi kuasa inilah yang membuat feminisme salah satunya disebut sebagai gerakan politik yang me n c o ba  m e nc a pa i keadilan  politis  bagi  perempuan  di  hadapan  konstruksi  superioritas  laki-laki (Komnas Perempuan, 2017).

Pandemi  COVID-19  saat  ini  membawa  dampak  negatif  bagi  kehidupan hampir semua masyarakat  dunia,  tak  terkecuali  kaum  perempuan.  Untuk  menangani  krisis  ini,  berbagai negara memberlakukan sejumlah protokol kesehatan, di antaranya kebijakan  lock down dan Work  From Home (WFH). Meski terdapat sejumlah hasil positif dalam menekan penularan virus, kebijakan-kebijakan tersebut tidak lepas dari berbagai dampak turunan, misalnya saja dampaknya  terhadap  pelemahan  ekonomi secara luas. Dalam hal ini, peneliti menganalisis dampak sosial dan ekonomi COVID-19 terhadap perempuan secara lebih mendalam, terutama di  Indonesia,  China,  Amerika  Serikat,  Inggris,  Prancis,  dan  India.  Pertanyaan selanjutnya adalah  apakah  pandemi  mempengaruhi  pria  dan  wanita  secara  setara,  atau  keduanya diturunkan? Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan mengalami tiga efek utama  pandemi,  yaitu  beban  ganda  pengasuhan  anak  dan  pekerjaan,  ancaman  kekerasan  dalam rumah tangga (KDRT), dan perlakuan yang tidak setara di bidang ekonomi.  Ketiga  dampak ini  membuktikan  bahwa  pandemi  COVID-19  tidak gender-neutral dikarenakan posisi perempuan yang sejak awal tidak sebanding dengan laki-laki dalam tatanan ekonomi,  sosial,  dan  politik  internasional.  Oleh  karena  itu,  kita  memerlukan  gerakan  emasipatoris  untuk mendorong kebijakan yang sensitif terhadap isu gender dalam menghadapi pandemi COVID-19.

Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 Yang Responsif Gender Terkait Perlindungan Dan Pemberdayaan Perempuan

Dalam  menghadapi  pandemi  COVID-19,  perempuan memainkan peran dan kontribusi yang  luar  biasa,  yang  tidak  bisa  diabaikan  begitu  saja.Pertama,menyitir Letjen TNI Doni Monardo  Ketua  Gugus  Tugas  Percepatan  Penanganan  COVID-19  bahwa  wanita berada di garis depan dalam percepatan penanganan COVID-19. Data menunjukkan  bahwa  diantara jumlah  perawat  kesehatan  di  Indonesia yang menangani COVID-19, perempuan sebanyak 71%  dan  laki-laki  hanya  29%,  angka  ini  tidak  jauh  berbeda  dengan  tenaga  kesehatan global.Menurut WHO, di kalangan kesehatan global pekerja 70% adalah perempuan dan 30%  adalah laki-laki. Ini jelas menunjukkan kontribusi sebenarnya dari perempuan dalam respons Indonesia terhadap pandemi COVID-19.

Dalam  menghadapi  pandemi  COVID-19,  perempuan memainkan peran dan kontribusi yang  luar  biasa,  yang  tidak  bisa  diabaikan begitu saja. Pertama, ambil contoh Letnan Doni Monardo, Ketua Satgas Percepatan Penanganan COVID-19, Perempuan adalah pelopor dalam percepatan  penanganan  COVID-19  (Monardo, 2020).  Data  menunjukkan bahwa di antara jumlah  perawat  kesehatan  yang  menangani COVID-19 di Indonesia, perempuan sebanyak 71% dan laki-laki hanya 29%. Jumlah ini tidak jauh berbeda dengan tenaga kesehatan global,  menurut WHO 70% tenaga kesehatan global adalah perempuan dan 30% laki-laki.  Ini jelas  menunjukkan  kontribusi  sebenarnya  dari  perempuan  dalam  respons  Indonesia  terhadap pandemi COVID-19.

Perempuan  memainkan  peran  strategis  dalam  merespon  masyarakat terhadap pandemi COVID-19.  Kelompok  Kerja  Percepatan  Penanganan  COVID-19  penanganan  COVID-19 melalui "Kolaborasi Pentahelix Berbasis Komunitas" melibatkan lima unsur yaitu pemerintah, swasta,  akademisi,  masyarakat  dan  media (ibid, 2021). Penulis meyakini bahwa meskipun kontribusi   perempuan   dapat   tercermin   dalam   setiap   aspek,   namun   dalam   sektor kemasyarakatan,  perempuan  dapat  memainkan  peran  yang  strategis  dan  berpotensi  untuk pembangunan yang sistematis. Salah satu kontribusi perempuan dalam menyikapi pandemi COVID-19 dilakukan melalui PKK (Peningkatan Kesejahteraan Keluarga), sebuah organisasi kemasyarakatan yang mempertemukan perempuan. PKK ini sudah ada sejak lama  dan telah  meluas ke desa dan kelurahan diseluruh Indonesia. Pentingnya PKK dihidupkan kembali dan digunakan untuk mempromosikan program pasca reformasi bagi perempuan sensitive gender (Juwita, dkk.,2017).

Selama  pandemi  COVID-19,  beberapa  pimpinan  daerah  mengerahkan  PKK  untuk membantu  mempercepat  penanganan  pandemi  COVID-19.  Kader  PKK  diharapkan  dapat menyebarkan  upaya  pencegahan  penyebaran  COVID-19,  sekaligus  menjaga  lingkungan sekitar (khususnya keluarga) tetap sehat dan bersih. Di Jawa Barat, PKK dari 27 daerah / kota  menjadi garda terdepan dalam melakukan pendataan kesehatan masyarakat, menggabungkan  ketersediaan  APD  (Alat  Pelindung  Diri)  pada  abses  lokal untuk melakukan konsultasi dan kegiatan sosial terkait bahaya COVID-19. Pemprov DKI Jakarta juga telah membentu k  PK K  untuk  membantu  menentukan  lingkungan,  mendaftarkan  kelompok  penularan COVID-19 yang  rentan,  dan  mensosialisasikan  cara  mencegah  penyebaran  virus(bandungkab.go.id, 2020).

Ketiga,  perempuan  pada  umumnya  diharapkan  berkontribusi pada ketahanan keluarga mereka  selama  pandemi  COVID-19.  Negara  telah  berupaya  memutus  penyebaran  rantai penularan COVID-19 melalui isolasi sosial dan instruksi untuk melakukan "kerja dari rumah" (WFH).  WFH  ini  diikuti  dengan  kebijakan  "Homeschooling  (SFH)".  Di  bawah  kombinasi WFH  dan  SFH,  secara  umum  diyakini  dan  diharapkan  bahwa  perempuan  sebagai pekerja perempuan atau ibu rumah tangga dapat memainkan setidaknya tiga peran : sebagai pekerja yang menyelesaikan pekerjaan kantoran di rumah, dan sebagai guru yang mendampingi anak-anaknya.  Ini  merupakan  pengalaman  sosial  baru  bagi  perempuan  pada  masa  WFH  yang sebenarnya  penuh  dengan  diskriminasi  gender  dan  menambah  beban  psikologis  dan  fisik perempuan. Sayangnya, sebagai salah satu unsur penanganan “kerja sama Pentahelix berbasis komunitas” berbasis COVID-19, media justru mensosialisasikan ekspektasi sosial y a n g b ia s  gender  ini.  Misalnya,  ilustrasi  sampul  media  Indonesia  pada  Senin,  16  Maret  2020, menggambarkan  foto  sebuah  keluarga  dengan  seorang  ayah,  ibu,  dan  dua  orang anak. Ini menggambarkan  ayah  bekerja  di  depan  laptop,  sedangkan  ibu  (mungkin  seorang  wanita profesional) mengajar anak-anaknya untuk belajar. Padahal, bukan hanya peran dan tanggung jawab ibu untuk mendampingi, mendidik, dan mengasuh anak, tetapi juga peran dan tanggung jawab ayah. Kelihatannya sederhana, tetapi ekspektasi masyarakat bahwa p e re mp ua n d a p a t memainkan  berbagai  peran  selama  WFH  dapat  meningkatkan  risiko  kekerasan  terhadap perempuan  selama  pandemi  COVID-19.  Mengutip Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan  Perempuan  dan Perlindungan Anak, menurut data simponi PPPA hingga 23 April  2020,  COVID-19  Saat  pandemi,  perempuan  korban  melaporkan  205  kasus  KDRT (Darmawati,  2020).  Isu-isu  tersembunyi  yang  nampaknya  berupa  diskriminasi  gender (terutama meningkatnya kekerasan terhadap perempuandan kekerasan terhadap perempuan  selama  WFH)  seringkali  luput  dari  perhatian  dan  ditemukan  dalam  berbagai  narasi  utama terkait sampul pandemi COVID-19.

Dalam hal mempercepat pengobatan COVID-19, banyak harapan tertuju pada perempuan. Mempertimbangkan  kontribusi  luar  biasa  yang  telah  diberikan  wanita  dalam  menanggapi pandemi COVID-19, tidak ada yang salah dengan hal ini. Namun, sebagaimana disebutkan di atas, kontribusi  terhadap  perempuan jauh dari penanganan pandemi COVID-19 yang peka gender. Padahal, dalam "Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana" telah  diatur  berbagai  tugas  di  bidang  penanggulangan  bencana  yang  bertanggung  jawab  atas isu gender  dengan  memastikan  bahwa  hak  dan  kebutuhan  laki-laki  dan  perempuan  terwujud secara   adil   dan   manusiawi.   telah   diatur   dalam   Peraturan   Kepala   Badan   Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) di Bidang   Penanggulangan   Bencana.   Sebagaimana   telah   umum   diketahui,   COVID-19 merupakan bencana non alam. 

Oleh karena itu, diperlukan  beberapa langkah ke depan untuk mendorong penanganan pandemi COVID-19 yang responsif gender sebagai berikut:

1.  Memastikan semua unsur dalam “Kolaborasi Pentahelix Berbasis Komunitas” dalam penanganan percepatan COVID-19, yaitu pemerintah, swasta,  akademisi, masyarakat, media, memiliki kesadaran gender agar tidak memproduksi praktik dan narasi diskriminatif gender, khususnya kepada kaum perempuan;

2.   Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia masuk dalam satuan tugas percepatan penanganan COVID-19 (jika bergabung) sehingga dapat memantau berbagai isu diskriminasi gender COVID-19;

3.   Mempertimbangkan untuk membentuk kelompok kerja yang terdiri dari aktivis perempuan, organisasi perempuan dan kelompok perempuan untuk bekerja dengan satgas percepatan penanganan COVID-19 sehingga mereka dapat mengidentifikasi dan membantu mengatasi berbagai gender dalam penanganan dan proses penanganan masalah terhadap COVID-19.

        Terkait harapan bahwa perempuan akan memainkan peran utama dalam mempercepat respons terhadap pandemic COVID-19, mereka harus menghadapi pandemic COVID-19 serta melindungi hak dan kebutuhannya baik wanita dan pria harus adil dan manusiawi.

PENTINGNYA PENDIDIKAN NILAI MORAL BAGI GENERASI PENERUS

Apabila kita melihat dari sudut pandang psikologi perkembangan, dunia nampak semakin tua, manusia semakin cerdas, pengetahuan semakin dewasa, dan teknologi pun semakin canggih. Namun di balik semua itu, apakah kehidupan kita menjadi semakin baik, semakin nyaman, dan semakin sejahtera baik secara lahiriah maupun bathiniah? Mungkin tidak, bahkan sebaliknya. Kehidupan kita nampaknya semakin mundur dan terpuruk, reformasi kita gebablasan, korupsi semakin terang-terangan dan merajalela, krisis multi dimensi pun tak kunjung selesai. Bangsa ini nampaknya sudah cukup lelah melihat, menyaksikan dan mengalami keadaan yang demikian. Seperti dikemukakan oleh Dedi Supriadi (Pikiran Rakyat, 12 Juni 2001: 8-9), bahwa orde baru berakhir, dan muncul era reformasi. Era ini menyaksikan sosok bangsa ini yang lunglai, terkapar dalam ketidakberdayaan akibat berbagai krisis yang dialaminya.

Keadaan tersebut tidak saja mengakibatkan terpuruknya ekonomi, tetapi juga mengakibatkan merosotnya kualias hidup, bahkan merosotnya martabat bangsa. Apakah gerangan yang menyebabkan semua itu? Kalau kita telaah mungkin akan muncul sederetan faktor penyebab. Ada yang mengatakan karena pejabatnya tidak jujur, korup, penegak hukumnya tidak adil, rakyatnya tidak produktif, karyawan bawahannya tidak loyal, tidak bisa kerjasama, tidak empati, tidak mempunyai keteguhan hati dan komitmen, pelajar dan mahasiswanya tawuran, dan sebagainya.

Kalau kita simak dari uraian di atas, faktor penyebab utamanya adalah masalah nilai moral, sekali lagi nilai moral. Mungkinkah nilai moral sudah hilang di Negara kita? Mungkinkah nilai moral sudah tidak dimiliki oleh generasi penerus bangsa? Seperti dikatakan oleh Pam Schiller dan Tamera Bryant (2002: viii), bahwa jika kita meninggalkan pelajaran tentang nilai moral yang kebanyakan sudah berubah, kita, sebagai suatu negara, beresiko kehilangan sepotong kedamaian dari budaya kita. Timbullah pertanyaan, apakah pelajaran tentang nilai moral di negara kita selama ini telah diabaikan?

Apakah yang dimaksud dengan pendidikan nilai moral itu?

Jadi, pendidikan nilai moral adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh manusia (orang dewasa) yang terencana untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik (anak, generasi penerus) menanamkan ketuhanan, nilai-nilai estetik dan etik, nilai baik dan buruk, benar dan salah, mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban; akhlak mulia, budi pekerti luhur agar mencapai kedewasaannya dan bertanggung jawab. Adapun ruang lingkup materi pendidikan nilai moral antara lain meliputi: ketuhanan, kejujuran, budi pekerti, akhlak mulia, kepedulian dan empati, kerjasama dan integritas, humor, mandiri dan percaya diri, loyalitas, sabar, rasa bangga, banyak akal, sikap respek, tanggung jawab, dan toleransi (Pam Schiller dan Tamera Bryant, 2002), serta ketaatan, penuh perhatian, dan tahu berterima kasih.

Kita seringkali menyaksikan pada media massa elektronik dan cetak, fenomena tingkah laku amoral remaja yang semakin hari semakin meningkat, dari tindakan amoral yang paling ringan, seperti: membohong, menipu, perilaku menyontek di sekolah, tidak menaati pera turan, melanggar norma, mencaci maki, sampai pada tingkat yang paling menghawatirkan, mencemaskan dan meresahkan orang tua dan masyarakat, bahkan mengganggu ketertiban umum, kenyamanan, keten traman, dan kesejahteraan, serta merusak fasilitas umum, seperti: mencuri, menodong/merampok, menjambret, memukul, tawuran pelajar, tindak kekerasan, kriminal, mabuk, dan bahkan sampai membunuh, serta mutilasi. Dalam artian lain, perilaku amoral ini mengancam keselamatan fisik dan jiwa diri mereka dan orang lain. Pada tataran akademi di jenjang SMP seringkali terjadi tawuran antar pelajar, pada jenjang SMA tawuran pelajar frekuensinya meningkat, dari saling mengejek dan mencaci, saling lempar batu, saling memukul, dan bahkan menggunakan senjata tajam sehingga seringkali terjadi saling bunuh, sehingga pada jenjang ini mereka mendapatkan julukan “SMA tawuran”. Pada gilirannya di tingkat Perguruan Tinggi mereka bertambah agresif dan pemberani, mereka menjadi pendemo yang tangguh, tidak hanya lawan sebaya sesama mahasiswa yang dijadikan musuh, tetapi aparat pun dilawan, bahkan berani mencaci maki para pejabat, dan pemimpin negara walaupun nyawa menjadi taruhannya, mereka nyaris tidak pernah takut. Padahal lawan mereka adalah orang - orang yang seharusnya mereka tolong, hormati, hargai, dan segani. Seperti yang kita saksikan di TV dan Koran sering sekali terjadinya demo dan bentrokan mahasiswa dengan aparat negara.

Remaja sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran dan posisi yang strategis. Mereka merupakan harapan masa depan bangsa. Maju atau mundurnya bangsa dan negara ada di pundak mereka. Kalau mereka maju maka majulah negara, tetapi kalau meraka bobrok, mundur, dan loyo, maka mundurlah negara. Sudut pandang psikologi para remaja sebagai generasi penerus memiliki potensi yang bisa dikembangkan secara maksimal. Potensi mereka yang prospektif, dinamis, energik, penuh vitalitas, patriotisme dan idealisme harus dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan yang terrencana dan terprogram.

Remaja sebagai generasi penerus juga memiliki kemapuan potensial yang bisa diolah menjadi kemampuan aktual. Selain itu juga memiliki potensi kecerdasan intelektual, emosi dan sosial, berbahasa, dan kecerdasan seni yang bisa diolah menjadi kecerdasan aktual yang dapat membawa mereka kepada prestasi yang tinggi dan kesuksesan. Mereka memiliki potensi moral yang dapat diolah dan dikembangkan menjadi moral yang positif sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan bangsa dan Negara yang penuh dengan kejujuran, tidak korup, semangat yang tinggi dan bertanggungjawab. Potensi mereka yang prospektif, dinamis, energik, penuh vitalitas, patriotisme dan idealisme telah dibuktikan ketika zaman pergerakan nasional, pemuda pelajar telah banyak memberikan kontribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal itu bisa terwujud apabila semua potensi mereka dikembangkan dan salah satunya adalah potensi moral. Oleh karena itu, remaja sebagai generasi penerus harus diselamatkan melalui pendidikan nilai moral. Sehingga harkat dan martabat bangsa bisa terangkat. Kualitas hidup meningkat, dan kesejahteraan serta kenyamanan pun bisa didapat.

Melihat dan memperhatikan fenomena dan kondisi ideal remaja sebagai generasi penerus, maka pendidikan nilai moral perlu ditanamkan sejak dini dan harus dikelola secara serius. Dilaksanakan dengan perencanaan yang matang dan program yang berkualitas. Misalnya dengan jumlah jam pelajaran yang memadai, program yang jelas, teknik dan pendekatan proses pembelajaran yang handal serta fasilitas yang memadai. Jika hal ini bisa dilaksanakan dengan baik, niscaya generasi akan memiliki moral yang baik, akhlak mulia, budi pekerti yang luhur, empati, dan tanggung jawab. Sehingga yang kita saksikan bukan lagi kekerasan dan tawuran, melainkan saling membantu, menolong sesama, saling menyayangi, rasa empati, jujur dan tidak korup, serta tanggungjawab. Jangankan memukul atau membunuh, mengejek, mengeluarkan kata-kata kotor dan menghina teman pun tidak boleh karena dinilai sebagai melanggar nilai-nilai moral.


Agama Mempengaruhi Gaya Hidup Manusia Dalam Perkembangan Zaman

Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan dan peribadatan Kepada Tuhan serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, serta pandangan...