Apabila
kita melihat dari sudut pandang psikologi perkembangan, dunia nampak semakin
tua, manusia semakin cerdas, pengetahuan semakin dewasa, dan teknologi pun
semakin canggih. Namun di balik semua itu, apakah kehidupan kita menjadi
semakin baik, semakin nyaman, dan semakin sejahtera baik secara lahiriah maupun
bathiniah? Mungkin tidak, bahkan sebaliknya. Kehidupan kita nampaknya semakin
mundur dan terpuruk, reformasi kita gebablasan, korupsi semakin terang-terangan
dan merajalela, krisis multi dimensi pun tak kunjung selesai. Bangsa ini nampaknya
sudah cukup lelah melihat, menyaksikan dan mengalami keadaan yang demikian.
Seperti dikemukakan oleh Dedi Supriadi (Pikiran Rakyat, 12 Juni 2001: 8-9),
bahwa orde baru berakhir, dan muncul era reformasi. Era ini menyaksikan sosok
bangsa ini yang lunglai, terkapar dalam ketidakberdayaan akibat berbagai krisis
yang dialaminya.
Keadaan
tersebut tidak saja mengakibatkan terpuruknya ekonomi, tetapi juga
mengakibatkan merosotnya kualias hidup, bahkan merosotnya martabat bangsa.
Apakah gerangan yang menyebabkan semua itu? Kalau kita telaah mungkin akan
muncul sederetan faktor penyebab. Ada yang mengatakan karena pejabatnya tidak
jujur, korup, penegak hukumnya tidak adil, rakyatnya tidak produktif, karyawan
bawahannya tidak loyal, tidak bisa kerjasama, tidak empati, tidak mempunyai
keteguhan hati dan komitmen, pelajar dan mahasiswanya tawuran, dan sebagainya.
Kalau
kita simak dari uraian di atas, faktor penyebab utamanya adalah masalah nilai
moral, sekali lagi nilai moral. Mungkinkah nilai moral sudah hilang di Negara
kita? Mungkinkah nilai moral sudah tidak dimiliki oleh generasi penerus bangsa?
Seperti dikatakan oleh Pam Schiller dan Tamera Bryant (2002: viii), bahwa jika
kita meninggalkan pelajaran tentang nilai moral yang kebanyakan sudah berubah,
kita, sebagai suatu negara, beresiko kehilangan sepotong kedamaian dari budaya
kita. Timbullah pertanyaan, apakah pelajaran tentang nilai moral di negara kita
selama ini telah diabaikan?
Apakah yang dimaksud dengan pendidikan nilai moral itu?
Jadi,
pendidikan nilai moral adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh manusia
(orang dewasa) yang terencana untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik
(anak, generasi penerus) menanamkan ketuhanan, nilai-nilai estetik dan etik,
nilai baik dan buruk, benar dan salah, mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban;
akhlak mulia, budi pekerti luhur agar mencapai kedewasaannya dan bertanggung
jawab. Adapun ruang lingkup materi pendidikan nilai moral antara lain meliputi:
ketuhanan, kejujuran, budi pekerti, akhlak mulia, kepedulian dan empati,
kerjasama dan integritas, humor, mandiri dan percaya diri, loyalitas, sabar,
rasa bangga, banyak akal, sikap respek, tanggung jawab, dan toleransi (Pam
Schiller dan Tamera Bryant, 2002), serta ketaatan, penuh perhatian, dan tahu
berterima kasih.
Kita
seringkali menyaksikan pada media massa elektronik dan cetak, fenomena tingkah
laku amoral remaja yang semakin hari semakin meningkat, dari tindakan amoral
yang paling ringan, seperti: membohong, menipu, perilaku menyontek di sekolah,
tidak menaati pera turan, melanggar norma, mencaci maki, sampai pada tingkat yang
paling menghawatirkan, mencemaskan dan meresahkan orang tua dan masyarakat,
bahkan mengganggu ketertiban umum, kenyamanan, keten traman, dan kesejahteraan,
serta merusak fasilitas umum, seperti: mencuri, menodong/merampok, menjambret,
memukul, tawuran pelajar, tindak kekerasan, kriminal, mabuk, dan bahkan sampai
membunuh, serta mutilasi. Dalam artian lain, perilaku amoral ini mengancam
keselamatan fisik dan jiwa diri mereka dan orang lain. Pada tataran akademi di
jenjang SMP seringkali terjadi tawuran antar pelajar, pada jenjang SMA tawuran
pelajar frekuensinya meningkat, dari saling mengejek dan mencaci, saling lempar
batu, saling memukul, dan bahkan menggunakan senjata tajam sehingga seringkali
terjadi saling bunuh, sehingga pada jenjang ini mereka mendapatkan julukan “SMA
tawuran”. Pada gilirannya di tingkat Perguruan Tinggi mereka bertambah agresif
dan pemberani, mereka menjadi pendemo yang tangguh, tidak hanya lawan sebaya
sesama mahasiswa yang dijadikan musuh, tetapi aparat pun dilawan, bahkan berani
mencaci maki para pejabat, dan pemimpin negara walaupun nyawa menjadi
taruhannya, mereka nyaris tidak pernah takut. Padahal lawan mereka adalah
orang - orang yang seharusnya mereka tolong, hormati, hargai, dan segani. Seperti
yang kita saksikan di TV dan Koran sering sekali terjadinya demo dan
bentrokan mahasiswa dengan aparat negara.
Remaja
sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran dan posisi yang strategis.
Mereka merupakan harapan masa depan bangsa. Maju atau mundurnya bangsa dan negara ada di pundak mereka. Kalau mereka maju maka majulah negara, tetapi
kalau meraka bobrok, mundur, dan loyo, maka mundurlah negara. Sudut pandang
psikologi para remaja sebagai generasi penerus memiliki potensi yang bisa
dikembangkan secara maksimal. Potensi mereka yang prospektif, dinamis, energik,
penuh vitalitas, patriotisme dan idealisme harus dikembangkan melalui
pendidikan dan pelatihan yang terrencana dan terprogram.
Remaja
sebagai generasi penerus juga memiliki kemapuan potensial yang bisa diolah
menjadi kemampuan aktual. Selain itu juga memiliki potensi kecerdasan
intelektual, emosi dan sosial, berbahasa, dan kecerdasan seni yang bisa diolah
menjadi kecerdasan aktual yang dapat membawa mereka kepada prestasi yang tinggi
dan kesuksesan. Mereka memiliki potensi moral yang dapat diolah dan
dikembangkan menjadi moral yang positif sehingga mampu berpartisipasi aktif
dalam pembangunan bangsa dan Negara yang penuh dengan kejujuran, tidak korup,
semangat yang tinggi dan bertanggungjawab. Potensi mereka yang prospektif,
dinamis, energik, penuh vitalitas, patriotisme dan idealisme telah dibuktikan
ketika zaman pergerakan nasional, pemuda pelajar telah banyak memberikan
kontribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal
itu bisa terwujud apabila semua potensi mereka dikembangkan dan salah satunya
adalah potensi moral. Oleh karena itu, remaja sebagai generasi penerus harus
diselamatkan melalui pendidikan nilai moral. Sehingga harkat dan martabat
bangsa bisa terangkat. Kualitas hidup meningkat, dan kesejahteraan serta kenyamanan
pun bisa didapat.
Melihat
dan memperhatikan fenomena dan kondisi ideal remaja sebagai generasi penerus,
maka pendidikan nilai moral perlu ditanamkan sejak dini dan harus dikelola
secara serius. Dilaksanakan dengan perencanaan yang matang dan program yang berkualitas.
Misalnya dengan jumlah jam pelajaran yang memadai, program yang jelas, teknik
dan pendekatan proses pembelajaran yang handal serta fasilitas yang memadai.
Jika hal ini bisa dilaksanakan dengan baik, niscaya generasi akan memiliki moral
yang baik, akhlak mulia, budi pekerti yang luhur, empati, dan tanggung jawab.
Sehingga yang kita saksikan bukan lagi kekerasan dan tawuran, melainkan saling
membantu, menolong sesama, saling menyayangi, rasa empati, jujur dan tidak
korup, serta tanggungjawab. Jangankan memukul atau membunuh, mengejek,
mengeluarkan kata-kata kotor dan menghina teman pun tidak boleh karena dinilai
sebagai melanggar nilai-nilai moral.
Pendidikan nilai moral memang sangat penting bagi generasi sekarang👍
BalasHapusMiris sekali menyaksikan banyaknya remaja negeri ini yang terus menerus terkikis nilai moralnya, khususnya dalam hal empati terhadap lingkungan sekitar. Saya memahami hal ini sebagi efek dari tumbuhnya rasa individualisme dan egoisme. Ditambah kemudahan dalam mengakses dan melalukan banyak hal, membuat kemandirian ini kemudian di salah artikan. Sehingga remaja kita tampak seperti hidup dalam tembok yang membatasi mereka dari dunia luar.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMoral dipengaruhi oleh didikan orang tua dan siapa saja yang berada di sekitarnya
BalasHapusmantap
BalasHapuskeren blognya mama kamu pasti bangga
BalasHapusHebat sekali ya...
BalasHapusnilai moral memang sangat penting terhadap generasi sekarang
BalasHapusHebat sekali anakku, semangat terus🥰
BalasHapuspendidikan moral sangat penting bagi generasi sekarang
BalasHapusmantap!! Sukses ya!
BalasHapus